A. Zaman Yunani Kuno
Pemikiran filsafat Barat ini
muncul yang ditandai oleh runtuhnya dongeng-dongeng dan mite-mite yang dulunya
menjadi pembenaran pada suatu gejala alam. Manusia pada waktu itu melalui
mite-mite mencari keterangan tentang asal-usul alam semesta dan tentang
kejadian yang berlangsung didalamnya. Ada 2 mite yang berkembang, yaitu
kosmologis yang mencari asal-usul alam semesta, dan mite kosmologis yang
mencari keterangan tentang asal-usul alam semesta serta sifat-sifatnya.
Adapun tokoh-tokoh yang
berpengaruh pada zaman Yunani Kuno diantaranya adalah:
1. Thales (640-550 SM) menyimpulkan bahwa air
merupakan asal mula segala sesuatu, karena air meresapi seluruh benda di jagad
raya ini.
2. Anaximander (611-545 SM) menyimpulkan bahwa
asal mula dari segala sesuatu adalah apeiron, yaitu sesuatu yang tak terbatas.
3. Anaximenes (588-524) menyimpulkan bahwa asal
mula sesuatu adalah udar, karena udara adalah unsur vital kehidupan.
4. Pythagoras (580-500SM) mengatakan bahwa asas
mula sesuatu dapat diterangkan atas dasar bilangan-bilangan.
5. Herakleitos (540-475 SM) ungkapannya adalah
panta rhei khai uden menei, semuanya mengalir dan tidak ada satupun yang
tinggal mantap.
6. Parmenides (540-475 SM) pandangannya bertolak
belakang denagn Herakleitos. Ia menegaskan bahwa realitas itu tetap, tidak
berubah. Gagasan pentingnya yaitu tentang “ada”. Yang ada itu ada dan yang
tidak ada itu tidak ada.
7. Herakleitos dan Parmenides menjadi cikal bakal
debat metafisika. Herakleitos mewakili pluralism dan empirisme. Sedangkan
Parmenides adalah wakil dari monoisme dan rasionalisme.
8. Demokritos (460-370 SM), realitas itu terdiri
dari banyak unsur yang disebutnya dengan atom. Pandangan Demokritos merupakan
cikal bakal dari ilmu fisika, kimia, biologi.
9. Socrates (470-399 SM), metode filsafatnya
langsung dalam kehidupan sehari-hari. Metode filsafatnya yaitu dialektika (bercakap-cakap).
Socrates tidak menyampaikan pengetahuan, tetapi dengan mempertanyakannya, ia
biasa membidani ilmu pengetahuan yang terdapat dalam jiwa orang lain.
10. Plato (428-348 SM), dia adalah murid Socrates.
Plato dikenal dengan filsafat dualism. Ia mengakui adanya dua kenyataan yang
terpisah dan berdiri sendiri. Dunia ide adalah dunia yang tetap dan abadi,
didalamnya tidak ada perubahan, sedangkan dunia bayangan (inderawi) adalah
dunia yang berubah, yang mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada
indera.
11. Aristoteles (384-322 SM), ia merupakan murid
Plato. Pola pemikiran Aristoteles ini merupakan perubahan yang radikal. Menurut
Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang
menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan
indera-mata kita. Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki
akal yang sifatnya bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya
oleh pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan
ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran
manusia kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles,
pada manusia tidak ada ide bawaan.
B. Zaman Abad Pertengahan
Masa ini diawali dengan lahirnya
filsafat eropa. Pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pada
abad ke 6 Masehi didirikan sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika,
dialektika, geometri, aritmatika, astronomi, dan musik. Secara garis besar,
filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu Zaman
Patristik dan Zaman Skolastik.
1. Zaman Patristik
Patristik berasal dari kata patres (bentuk jamak dari pater) yang
berarti bapak-bapak. Yang dimaksudkan adalah para pujangga Gereja dan
tokoh-tokoh Gereja yang sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual
kekristenan. Mereka khususnya mencurahkan perhatian pada pengembangan theologi,
tetapi dalam kegiatan tersebut mereka tak dapat menghindarkan diri dari wilayah
kefilsafatan. Masa Patristik dibagi atas Patristik Yunani (atau
Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat).
Bapak Gereja terpenting pada masa
itu antara lain Tertullianus (160-222), Justinus, Clemens dari Alexandria
(150-251), Origenes (185-254), Gregorius dari Nazianza (330-390), Basilus Agung
(330-379), Gregorius dari Nyssa (335-394), Dionysius Areopagita, Johanes
Damascenus, Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus (354-430).
Tertullianus, Justinus, Clemens
dari Alexandria, dan Origenes adalah pemikir-pemikir pada masa awal patristik.
Gregorius dari Nazianza, Basilus Agung, Gregorius dari Nyssa, Dionysius
Areopagita,dan Johanes Damascenus adalah tokoh-tokoh pada masa patristik
Yunani. Sedangkan Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus adalah pemikir-pemikir
yang menandai masa keemasan patristik Latin.
Agustinus adalah seorang pujangga
gereja dan filsuf besar. Setelah melewati kehidupan masa muda yang hedonistis,
Agustinus kemudian memeluk agama Kristen dan menciptakan sebuah tradisi
filsafat Kristen yang berpengaruh besar pada abad pertengahan.
Agustinus menentang aliran
skeptisisme (aliran yang meragukan kebenaran). Menurut Agustinus skeptisisme
itu sebetulnya merupakan bukti bahwa ada kebenaran. Menurut Agustinus, Allah
menciptakan dunia ex nihilo (konsep yang kemudian juga diikuti oleh Thomas
Aquinos). Artinya, dalam menciptakan dunia dan isinya, Allah tidak menggunakan
bahan
Filsafat patristik mengalami
kemunduran sejak abad V hingga abad VIII. Di barat dan timur tokoh-tokoh dan
pemikir-pemikir baru dengan corak pemikiran yang berbeda dengan masa patristik.
2.
Zaman Skolastik
Zaman Skolastik dimulai sejak
abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat
tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya,
para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan
dan sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan kelak
juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan.
Filsafat mereka disebut “Skolastik” (dari kata Latin “scholasticus”,
“guru”), karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah,
biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan
bersifat internasional.
Tokoh-tokoh terpenting masa
skolastik adalah Boethius (480-524), Johannes Scotus Eriugena (810-877),
Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Bonaventura
(1221-1274), Singer dari Brabant (sekitar 1240-1281/4), Albertus Agung (sekitar
1205-1280), Thomas Aquinas (1225-1274), Johannes Duns Scotus (1266-1308),
Gulielmus dari Ockham (1285-1349), dan Nicolaus Cusanus (1401-1464).
Anselmus mengemukakan semboyan credo ut intelligam, yang
artinya aku percaya agar aku mengerti. Kepercayaan digunakan untuk mencari
pengertian, filsafat sebagai alat pikiran, teologi sebagai kepercayaan.
Sumbangan terpenting Anselmus yaitu suatu ajaran ketuhanan yang bersifat
filsafat. Dalam menjelaskan
kedatangan dan kematian Kristus Anselmus menjelaskan bahwa kemuliaan Tuhan
telah digelapkan oleh kejatuhan malaikat dan manusia. Hal ini merupakan
penghinaan bagi Tuhan yang patut dikenai hukuman. Untuk menyelamatkan manusia,
Tuhan menjelma menjadi anakNya agar hukuman dapat ditanggung. Dengan demikian keadilan, rahmat dan kasih Tuhan telah
genap dan dipenuhi.
Peter Abelardus dianggap membuka kembali kebebasan berpikir dengan
semboyannya: intelligo ut credom (saya paham supaya saya percaya). Pemikiran Abelardus yang
bercorak nominalismei ditentang oleh gereja karena mengritik kuasa
rohani gereja. Dalam ajaran mengenai etika, Abelardus beranggapan bahwa
ukuran etika ialah hukum kesusilaan alam. Kebajikan alam menjadikan manusia
tidak perlu memiliki dosa asal. Tiap orang dapat berdosa jika menyimpang dari
jalan kebajikan alam. Akal manusia sebagai pengukur dan penilai iman.
Bagi Thomas Aquinas, tidak ada perbedaan antara akal dan
wahyu Kebenaran iman hanya dapat dicapai melalui keyakinan dan wahyu
(dunia diciptakan Tuhan dalam 6 hari). Ada kebenaran theologis alamiah yang dapat
ditemukan pada akal dan wahyu (sebagai jalan menemukan kebenaran), tetapi hanya
ada satu kebenaran, yaitu theologi iman. Pengetahuan tidak sama dengan kepercayaan. Pengetahuan didapat
dari indra dan diolah dari akal, tetapi akal tidak bisa mencapai realitas
tertinggi. Dalil akal harus diperkuat oleh agama.
Aquinas yang pemikirannya dipengaruhi Aristoteles,
melakukan pula pengkristenan teori Aristoteles dalam theologi Kristen. Salah satu penyempurnaan teori Aristoteles oleh Aquinas
yaitu pandangan bahwa wanita adalah pria yang tidak sempurna. Pria dianggap
aktif dan kreatif, wanita dipandang pasif dan reseptif. Bagi Aqunias pria dan
wanita memiliki jiwa yang sama, hanya sebagai makhluk alamlah wanita lebih
rendah, jiwanya sama.
“Aku percaya sebab mustahil”, demikian semboyan Occam sebagai suatu gambaran
terhadap hubungan tidak harmonis antara kepercayaan dan pengetahuan. Pandangan
dengan corak nominalis ini banyak dikritik oleh gereja karena dianggap
otoritas gereja. Bagi Occam, ”bukan saja akal manusia tidak akan dapat mengerti
pernyataan Tuhan, tetapi juga akal akan menyerang segala ikrar keputusan gereja
dengan hebat sebab akal manusia sekali-kali tidak bisa memasuki dunia
ketuhanan. Manusia hanya dapat menggantungkan kepercayaan kepada kehendak Tuhan
saja yang telah dinyatakan dalam alkitab”. Dengan demikian, antara keyakinan
yang bersumber terhadap agama dan pengetahuan yang bersumber pada akal harus
dipisahkan. Akibat pandangan ini Occam dihukum penjara oleh Paus, namun
mendapat suaka dari Raja Louis IV.
Pada abad pertengahan ini perkembangan ilmu mencapai kemajuan yang pesat
karena adanya penerjemahan karya filsafat Yunani klasik ke bahasa Latin, juga
penerjemahan kembali karya para filsuf Yunani oleh bangsa Arab ke bahasa Latin.
Karangan para filsuf Islam menjadi sumber terpenting penerjemahan buku, baik
buku keilmuan maupun filsafat. Diantara karya filsuf islam yang diterjemahkan
antara lain astronomi (Al Khawarizmi), kedokteran (Ibnu Sina), karya-karya Al
Farabi, Al Kindi, Al Ghazali.
Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah menjadi perhatian dari Raja
Charlemagne (Charles I) dengan pendirian sekolah-sekolah dan perekrutan guru
dari Italia, Inggris dan Irlandia. Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi
tiga tingkat. Pertama, yakni pengajaran dasar (diwajibkan bagi calon pejabat
agama dan terbuka juga bagi umum). Kedua, diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal
art) yang dibagi menjadi dua bagian; a) gramatika, retorika, dan dialektika
(trivium), b) aritmetika, geometri, astronomi dan musik (quadrivium).
Tingkatan ketiga ialah pengajaran buku-buku suci.
Masa abad pertengahan adalah masa pembentukan kebudayaan Barat dengan ciri
khas ajaran Masehi (filsafat skolastik) yang diwarnai oleh perkembangan
peradaban Kristen. Peradaban Kristen menjadi dasar bagi kebudayaan masa modern.
Peninggalan kebudayaan abad pertengahan dapat dilihat dari karya seni musik,
bangunan bercorak gothik sebagai bentuk pemujaan terhadap gereja.
C. Zaman Abad Modern
Lahirnya filsafat modern ini
didahului oleh zaman Renaisans yang lalu dimatangkan oleh gerakan Aufklaerung
di abad 18. Ada dua hal penting yang ada di dalamnya yaitu:
1. Kekuasaan gereja semakin berkurang
2. Kekuasaan ilmu pengetahuan semakin bertambah.
Pengaruh zaman Renaisans dan Aufklaerung menyebabkan peradaban dan
kebudayaan barat modern berkembang pesat, terbebas dari pengaruh-pengaruh dogma
gereja.
a)
Rasionalisme
Semakin lama manusia menaruh kepercayaan besar terhadap kemampuan
akal, sehingga tampaklah adanya keyakinan bahwa dengan keyakinan itu pasti dapat
diterangkan berbagai macam persoalan, dan dapat dipecahkannya segala macam
masalah kemanusiaan. Aliran filsafat rasionalisme berpendapat bahwa sumber
pengetahuan yang memadai dan dapat dipercaya adalah akal.
· Rene
Descartes (1598-1650) melalui metodenya dengan meragukan segala pernyataan
kecuali pada satu pernyataan saja, yaitu bahwa ia sedang melakukan
keragu-raguan itu sendiri. Ia menegaskan bahwa ia dapat merguakn segala hal,
namun satu hal yang tidak mungkin diragukan adalah kegiatan meragukan kegiatan
itu sendiri. Maka ia sampai kebenaran yang tak terbantahkan, yakni: “Saya
berpikir, jadi saya ada (cogito a.ergo sum).”
b)
Empirisme
Aliran ini bertolak belakang dengan aliran rasionalisme. Bagi
penganut empirisme, sumber pengetahuan yang memadai itu adalah pengalaman,
pengalaman yang menyangkut dunia dan pengalaman batin yang menyangkut pribadi
manusia. Penganut empirisme berkeyakinan bahwa manusia tidak memiliki ide-ide
bawaan. Aliran empirisme dipelopori oleh Francis Bacon abad 15. Melalui metode
eksperimen dalam metode penelitian dan penyelidikan. Menurut Bacon, manusia
melalui pengalamannya dapat mengetahui benda-benda dan hukum-hukum relasi
antara benda-benda. Thomas Hobbes juga meyakini bahwa pengenalan atau
pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman. Berbeda dari pendahulunya, John
Locke lebih terdorong untuk mengemukakan tentang asal mula gagasan manusia,
kemudian menentukan fakta-fakta, menguji kepastian pengetahuan dan memeriksa
batas-batas pengetahuan manusia.
· David
Hume (1611-1776), Ia adalah pengembang aliran empirisme, ia menegaskan bahwa
sumber satu-satunya untuk memperoleh pengetahuan adalah pengalaman, ia
menentang kaum rasionalis. Pemikiran Hume bersifat analitis, kritis, dan
skeptis. Ia berpangkal dari suatu keyakinan bahwa hanya kesan-kesanlah yang
pasti, jelas dan tidak dapat diragukan.
c)
Kritisme
Tokoh yang berada dalam aliran ini adalah Immanuel Kant
(1724-1804). Kritisme adalah sebuah teori pengetahuan yang berusaha untuk
mempersatukan kedua macam unsur dalam filsafat rasionalisme dan empirisme dalam
suatu hubungan yang seimbang, yang satu tidak terpisah dari yang lain. Menurut Kant,
pengetahuan meruapakan hasil terakhir diperoleh dengan adanya dua kerjasama
diantara dua komponen pengalaman inderawi, dan dilain pihak cara mengolah kesan-kesan yang bersangkutan sedemikian rupa
terdapat suatu hubungan antar sebab dan akibatnya. Kant mencoba untuk
menyatukan antara kaum rasionalisme dan empirisme. Pengetahuan rasional adalh
pengetahuan analitis apriori, disini predikat sudah termuat dalam subyek.
Pengetahuan empiris adlah pengetahuan yang sintetis aposteriori, disini
predikat dihubungkan dengan subyek yang berdasarkan pengalaman inderawi.
d)
Idealisme
Para pengikut aliran idealisme pada umumnya filsafatnya bersumber
dari Kant. Murid Kant yang bernama Fichte merupakan penganut idealisme
subyektif yang merupakan murid Kant. Selain itu juga ada Scelling yang
merupakan penganut filsafat dengan idealisme objektif. Kedua idealisme tersebut
itu nkemudian disintesiskan oleh filsafat Hegel dalam filsafat idealisme
mutlak.
Menurut Hegel, hukum-hukum pikiran merupakan hukum-hukum realitas.
Sejarah adalah zat yang mutlak itu menjelma dalam waktu dan pengalaman manusia.
Oleh karena alam itu satu, dan bersifat mempunyai maksud serta berpikir, maka
alam itu berwatak pikiran. Jika kita memikirkan keseluruhan tata tertib yang
menyangkut in-organik, organik, tahap-tahap keberadaan spiritual dalam suatu
tata tertib yang mencakup segala-galanya. Pada saat itulah kita
membicarakantentang yang mutlak. Jiwa yang mutlak atau Tuhan. Hegel tidak
mengingkari adanya realitas luar atau realitas objektif. Hegel percaya bahwa
sikapnya adalah satu-satunya yang bersifat adil kepada segi objektif
pengalaman.
e)
Positivisme
Aguste Comte(1798-1857) adalah tokoh dan pendiri filsafat
positivisme. Filsafat Comte anti metafisis, ia hanya menerima fakta-fakta yang
ditentukan secara positif ilmiah. Comte mempunyai filsafat yang penting yaitu
pencipta ilmu sosiologi.
f)
Marxisme
Karl Marx (1818-1883) merupakan pendiri filsafat ini. Filsafat Marx
merupakan sintesis antara metode dialektika Hegel dan Filsafat materialisme
Feurbach. Marx mengkritik Hegel yang menurutnya berjalan di atas kepalanya,
oleh karena itu harus diputarbalikkan. Filsafat abstrak harus ditinggalkan,
karena teori, interpretasi, spekulasi dan sebagainya tidak menghasilkan
perubahan dalam masyarakat. Para filosof menurut Marx hanya sekedar menafsirkan
dunia dengan berbagai cara, namun yang terpenting adalah mengubahnya. Hal yang
perlu diubah itu adalah masyarakat yang tertindas oleh kaum borjuis dan
kapitalis yang menghisap kaum proletar.
D. Zaman Abad Kontemporer
Filsafat Barat kontemporer (abad XX) sangat
heterogen. Hal ini disebabkan antara lain karena profesionalisme yang semakin
besar. Banyak filsuf adalah spesialis bidang khusus seperti matematika, fisika,
psikologi, sosiologi, atau ekonomi. Hal penting yang patut dicatat adalah bahwa
pada abad XX pemikiran-pemikiran lama dihidupkan kembali. Misalnya, Neotomisme,
Neokantianisme, Neopositivisme, dan sebagainya. Di masa ini Prancis, Inggris,
dan Jerman tetap merupakan negara-negara yang paling depan dalam filsafat.
Umumnya, orang membagikan filsafat pada periode ini menjadi filsafat kontrental
(Prancis dan Jerman); dan filsafat Anglosakson (Inggris). Aliran-aliran
terpenting yang berkembang dan berpengaruh pada abad XX adalah pragmatisme,
vitalisme, fenomenologi, eksistensialisme, filsafat analitis (filsafat bahasa),
strukturalisme, dan postmodernisme.
·
Pragmatisme mengajarkan bahwa yang benar adalah
apa yang akibat-akibatnya bermanfat secara praktis. Jadi, patokan pragmatisme
adalah manfaat bagi kehidupan praktis. Kebenaran mistis diterima, asal
bermanfaat praktis. Tokoh-tokohnya yang terpenting adalah William James
(1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).
·
Vitalisme berpandangan bahwa kegiatan organisme
hidup digerakkan oleh daya atau prinsip vital yang berbeda dengan daya-daya
fisik, di mana segala sesuatu dapat dianalisa secara matematis. Tokoh
terpenting vitalisme adalah filsuf Prancis, Henri Bergson (1859-1941).
·
Fenomenologi berarti gejala atau apa yang
tampak. Jadi, fenomenologi adalah aliran yang membicarakan fenomena atau
segalanya sejauh mereka tampak. Fenomenologi dirintis oleh Edmund Husserl
(1859-1938). Seorang fenomenolog lainnya adalah Max Scheler (1874-1928).
·
Eksistensialismei adalah aliran filsafat yang
memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi. Eksistensi adalah
cara berada di dunia. Cara berada manusia di dunia berbeda dengan cara berada
makluk-makluk lain. Tokoh-tokoh terpenting eksistensialisme adalah Martin
Heidegger (1883-1976), Jean-Paul Sartre (1905-1980), Karl Jaspers (1883-1969),
dan Gabriel Marcel (1889-1973). Soren Kierkegaard (1813-1855), Friedrich
Nietzsche (1844-1900) serta Nicolas Alexandroyitch Berdyaev (1874-1948).
Jean-Paul Sartre adalah filsul kontemporer berpendapat bahwa manusia itu bebas
atau sama sekali tidak bebas.
·
Filsafat analitis muncul di Inggris dan Amerika
Serikat sejak sekitar tahun 1950. Filsafat analitis disebut juga filsafat
bahasa. Filsafat bahasa adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hahekat bahasa, sebab, asal dan hukumnya. Filsafat ini merupakan
reaksi terhadap idealisme, khususnya Neohegelianisme di Inggris. Para
penganutnya menyibukkan diri dengan analisa bahasa dan konsep-konsep. Memang
ahli filsafat sependapat bahwa hubungan bahasa dengan filsafat sangat erat
bahkan tidak dapat dipisahkan terutama dalam pengertian pokok bahwa tugas utama
filsafat adalah analisis konsep-konsep dank arena konsep tersebut terungkapkan
melalui bahasa. Tokoh-tokohnya yang terpenting adalah Bertrand RĂ¼ssel, Ludwig
Wittgenstein (1889-1951), Gilbert Ryle, dan John Langshaw Austin.
·
Strukturalisme muncul di Prancis tahun 1960,
dan dikenal pula dalam linguistik, psikiatri, dan sosiologi. Strukturalisme
pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan memiliki struktur yang
sama dan tetap. Tokoh-tokohnya Levi Strauss, Jacques Lacan, dan Michel
Foucoult.
·
Aliran postmodernisme muncul sebagai reaksi
terhadap modernisme dengan segala dampaknya. Seperti diketahui, modernisme
dimulai oleh Rene Descartes, dikokohkan oleh zaman pencerahan (Auflclaerung),
dan kemudian mengabadikan diri melalui dominasi sains dan kapitalisme. Tokoh
yang dianggap memperkenalkan istilah postmodern (isme) adalah Francois Lyotard,
lewat bukunya The Postmodern Condition: A Report on Knowledge (1984).
Modernisme mempunyai gambaran dunia sendiri yang ternyata melahirkan berbagai
dampak buruk, yakni Pertama, obyektifikasi alam secara berlebihan dan
pengurasan alam semena-mena yang mengakibatkan krisis ekologi.